BALI - Indonesia adalah ibu kota air dunia. Hal tersebut diungkapkan Loïc Fauchon President of the World Water Council dalam World Water Forum (WWF / Forum Air Dunia) di Nusa Dua, Bali yang digelar dari 19-25 Mei 2024. Fauchon mengatakan peran Indonesia sebagai tuan rumah perhelatan WWF tahun ini menjadi penanda perubahan menuju tindakan nyata pada tata kelola air secara global.
WWF menjadi strategis mengingat urgensi air bagi dunia dan juga dihadiri oleh para pemimpin negara, parlemen, pemimpin organisasi internasional, hingga para kepala daerah, pimpinan perguruan tinggi dan lembaga riset, lembaga swadaya masyarakat, korporasi, organisasi kepemudaan, sosial kemasyarakatan, hingga media. Sehingga seruan pentingnya kerja sama global dalam mengatasi tantangan pengelolaan sumber daya air di masa depan menjadi sangat signifikan.
Baca juga:
Babinsa Zikri Bantu Rehab Rumah Warga Binaan
|
Menurut Fauchon, WWF merupakan agenda internasional yang membahas isu-isu global dan melibatkan banyak sekali unsur penting. Ini adalah forum yang selalu digelar setiap tiga tahun sekali di negara yang berbeda. Ia mengatakan keanggotaan WWF yang kini diperkuat 148 negara membawa misi sebagai "Water Messenger" atau Duta Air.
"Kita mendorong seluruh pemangku kebijakan bisa mempengaruhi masyarakat untuk bersama memperbanyak inovasi, pendanaan, memperkuat local wisdom (kearifan lokal), hingga tata kelola air yang lebih baik", ungkapnya.
Melalui forum yang mengangkat tema "Water for Shared Prosperity", Fauchon mengajak para pejuang air untuk memperhatikan 7 (tujuh) komitmen utama terhadap persoalan air ini.
Ketujuh komitmen tersebut adalah 1) mempromosikan kebijakan keamanan air di seluruh dunia, 2) ketahanan air memerlukan modifikasi dan inovasi, serta perubahan perilaku, 3) memperhatikan hak atas air dalam konstitusi nasional/undang-undang/peraturan daerah, 4) ikut serta dalam koalisi / kerjasama menjaga air, 5) mengalokasikan dana iklim untuk persoalan air, 6) menyerukan aksi tata kelola air yang lebih baik berdasarkan kerja sama multilateral, serta 7) mengajak dunia semakin sadar dan peduli betapa signifikannya air bagi kelangsungan kehidupan.
Baca juga:
30 Liter Tuak Diamankan di Padang Panjang
|
Founder Prakarsa Akar Bumi AA Ade Kadarisman yang juga turut hadir dalam giat di Nusa Dua tersebut mengingatkan kembali pentingnya memperkuat kearifan lokal dalam menjaga ekosistem mata air.
"Hal ini sangat penting di perhatikan oleh semua pemangku kepentingan baik skala global, regional maupun lokal", tuturnya.
Begitu pula dengan berbagai agenda dan tatakelola ekowisata yang berorientasi pada ekonomi dan bisnis, harus memperhatikan persoalan ini dengan serius.
AA Ade Kadarisman menilai bahwa salah satu cara dalam merawat mata air di Indonesia adalah dengan menjaga kearifan lokal melalui budaya dan adat istiadat masyarakat yang sudah hidup dan tumbuh dalam rentang waktu yang lama.
"Saya percaya bahwa setiap tempat di Indonesia memiliki kearifan lokalnya sendiri", lanjutnya.
Beberapa contoh kearifan lokal tersebut misalnya tradisi ‘Jamparing Sunda’ yang diadakan di wilayah Sukabumi, Sumedang, dan Bandung. Tradisi ini merupakan kegiatan yang digelar dalam rangka penyelamatan mata air, mencegah bencana, dan pelestarian alam dengan melakukan penanaman bibit-bibit pohon di sekitar mata air.
Tak hanya itu, ada juga tradisi ‘Nabung Air’ di Kabandungan Sukabumi. Tradisi ini dilakukan dengan cara membuat lubang biopori untuk memperbanyak titik-titik resapan air dan penanaman pohon di lereng Gunung Salak dengan area penanamannya yaitu di semua zona mata air yang berada di sekeliling bendungan Cibodas.
Dibeberapa daerah di tatar Sunda juga mengenal tradisi "kawin cai" seperti di Kabupaten Kuningan Jawa Barat yang secara filosofi juga mengajak untuk merawat mata air serta menjaga alam dan lingkungan hidup.
Sementara itu di Pulau Dewata Bali, tumbuh kearifan lokal yang dikenal ‘Sad Kerthi’ atau enam tindakan terpuji, diantaranya Giri Kerthi untuk gunung, Segara Kerthi untuk laut, Wana Kerthi untuk hutan, Ranu Kerthi untuk Danau, Dwi Kerthi untuk lahan pertanian, dan Jagat kerthi.
Akademisi dan penulis buku "Komunikasi Lingkungan: SDGs dan CSR" ini mengungkapkan bahwa strategi penguatan _local wisdom_ yang sudah diwariskan para leluhur di setiap daerah menjadi baik dan efektif bagi upaya perlindungan dan kelestarian lingkungan dan mata air.
"Selain kesadaran bersama untuk menjaganya, juga harus dilindungi oleh berbagai regulasi yang tepat, baik dari aspek konservasi, tata kelola air, dll. Sehingga kelestarian mata air akan terjaga dengan baik, menjadi warisan berharga untuk anak cucu kita di masa yang akan datang", pungkasnya.***(red)