JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Diah Nurwitasari meminta kejelasan harga keekonomian BBM sesungguhnya dalam Rapat Panja Asumsi Dasar, Pendapatan Defisit dan Pembiayaan RAPBN 2023 beberapa waktu lalu. Diketahui, salah satu pembahasan dalam rapat Panja tersebut adalah mengenai rencana subsidi energi di tahun 2023, di mana pemerintah memformulasikan besaran subsidi BBM, LPG, dan listrik yang akan dialokasi pada tahun 2023.
Besaran angka tersebut muncul dari asumsi-asumsi ekonomi yang terjadi pada beberapa waktu ke belakang dan perkiraan waktu ke depan. Salah satunya adalah bersumber dari harga keekonomian BBM yang ada di pasar global. Karena itu, Diah mempertanyakan kejelasan dari harga keekonomian yang disebutkan.
“selama ini harga keekonomian ini seperti black box. Dari mana datangnya angka harga keekonomian tersebut, " ujar Diah dalam keterangan tertulis kepada Media, Rabu (14/9/2022). Lebih lanjut, ia meminta penjelasan lebih detail terkait angka-angka penyusun harga keekonomian BBM yang disebutkan.
Baik harga perolehan, asal-muasal hitungan, dan biaya lain terkait distribusi, penyimpanan, pengolahan maupun biaya lainnya. "Kita di badan anggaran layak mengetahui cara perhitungan harga keekonomian tersebut dari mana, " ujar Politisi PKS tersebut. tegas Politisi PKS lulusan jerman itu.
Baca juga:
Alokasi Kompensasi Energi Untuk Siapa?
|
Menurutnya, harga keekonomian yang disebutkan pemerintah menjadi pertanyaan besar masyarakat di lapangan. Oleh karena masyarakat disuguhkan dengan adanya perusahaan swasta yang mampu menjual BBM lebih murah dari pemerintah.
"Sehingga, masyarakat pun bertanya, gimana cara pemerintah hitungnya sebenarnya, " jelas Anggota Komisi VII tersebut. Selanjutnya, Diah juga menekankan kepada pemerintah terkait penyaluran subsidi dan kompensasi yang tepat sasaran.
Tak lupa sekaligus peringatan kepada pemerintah terkait keseriusan dalam pendataan. “Terkait siapa yang akan mendapatkan kemanfaatan subsidi kompensasi, saya setuju kita harus lebih tepat sasaran. Dalam hal ini harus ada keseriusan pemerintah terkait data. Karena di lapangan banyak sekali data-data yang tidak up to date, " ujar diah.
Ditambahkan, Diah juga menyoroti kebijakan pemerintah dalam mengatasi kondisi kelebihan suplai listrik yang terjadi. Kebijakan pemerintah melalui PLN dalam pembagian kompor listrik menurutnya masih belum masuk akal.
“Ketika kompor listrik daya nya tinggi sekali, 1 tungku 800 watt, lalu masyarakat di gratiskan naik daya, tetapi nantinya akan ada ongkos permanen yang akan ditanggung masyarakat. Kalau kompornya watt nya sangat tinggi, siapa yang mau pakai, " tegas politisi asal Jawa barat itu. (rdn/aha)